Last Sunset
Khalida zulfah l.
Aku terdiam di
bangku taman ini sejak tadi. Hembusan angin mulai masuk ke kulitku, juga ke
tulang tulang ku. Kini, semua berbeda dari segalanya. Ya, ini bukanlah hidupku
yang dulu.
“Brughhh”
seseorang menabrakku. Buku-bukuku berjatuhan. Tapi dia berlalu meninggalkanku.
Tak ada permintaan maaf atau apapun semacamnya. Emosiku mulai naik, “Heiiii,
kau menabrakku. Tak bisakah kau mengucapkan maaf? Apa kau bisu?”
Seseorang
menoleh, kemudian menghampiriku, ”apa katamu?” teriaknya dengan nada tinggi.
“eh,
eh ti-tidak, aku bukan bicara padamu” kucoba menjelaskan.
“hei,
denger ya, kau masih kelas 1 kan? Jangan belagu deh lu sama senior” bentaknya
padaku.
“hei
kak, maaf ya, saya tidak bicara pada anda! Jadi jangan bentak-bentak dong! Uda
salah, belagu lagi..!” kubalas bentakannya. Huh, dasar senior gila. Sial! Orang
yang tadi menabrakku juga uda kabur.
“oh,
gitu ya dek? Pasal 1: senior tidak pernah salah. Pasal 2: jika pun senior
salah, kembali ke pasal pertama.” Jelasnya dengan bangga dan membuatku semakin
kesal dengan senior belagu ini.
Aku
berbalik, meninggalkannya. Langkahku
kupercepat, agar tak terkejar olehnya.
“heii,
woooiiii, lancang banget lu, liat ya ntar.” Teriaknya dengan kencang. Aku tetap
tak menoleh, yang ada dipikiranku, pergi secepatnya dari situasi ini.
”ihhhh, senior nyebeliiiiiinnnnn!!!!” jeritku
penuh emosi. Ku minum air di botolku. “Tenang. Tenang fina. Kau ga harus
ladenin cowok gila kayak dia. Dia mah uda gila dari sononya kali ya. hahaha”
ucapku dengan diriku sendiri.
“fina?
Dari mana aja sih? Aku tu uda cariin kamu dari tadi.” Ucapnya dengan cemberut.
Aku tersenyum. Rasanya ada yang lain jika aku menatapnya. Jantungku slalu
berdetak lebih cepat dari kadar kenormalan. Ada apa ini? Apa aku suka padanya? Ah,
tidak.
“oii..,
Kok malah melamun?” ucapnya menyadarkan lamunanku. Aku slalu berkhayal jika
bertatap dengannya.
“eh,
roy. Hehe tadi aku sih lagi gadoh sama senior kita. Siapa ya namanya? Aku juga
ga ingat. Dan ga penting banget inget nama dia. Mana dia orangnya nyebelin
lagi. Terus dia..”
“fina…
stop stop!! dasar bawell” potongnya sambil mencubit pipiku. Kubalas mencubit
pipinya. Sekali lagi roy telah membantuku. Bisa dibilang dia seperti malaikat
kecilku. Mungkin inilah alasan kenapa tiap kali bersamanya aku slalu bahagia.
*****
“wooii
fina.!” Panggil seseorang dari belakang. Aku tetap tak menoleh. Nama fina kan
banyak, ga cuma aku ya kan?
“Refina
Mifta Tiyar!!” panggil orang itu lagi. Lah, itu kan namaku? Dan sepertinya aku
mengenal suara ini. Suara ini kan…
“apaan
sih?” tanyaku dengan kesal. Ada apa orang ini? Apa dia tidak puas dengan
kejadian semalam? Argghhh, orang ini memang betul-betul menyebalkan.
“namamu
fina kan?” tanyanya setengah tersenyum. Tapi belagunya masih terasa. Ya,
keangkuhan sepertinya tak bisa lepas darinya.
“yapps,
ada apa lagi ya kak? Bukankah masalah kita udah selesai kemarin?” tanyaku
enteng.
“nama
gua egi. Lo uda tau kan fin?”
“hah?
Enggak. Emangnya aku pernah nanyak?”
“ya,
enggak. Cuma ngenalin diri aja ke junior yang nyolot kayak elu.”
“ehh,
sori deh kak kalo saya nyolott!” jawabku lantang kemudian berbalik meninggalkan
nya. Dan sekali lagi dia belagu kayak gini, bakal ku tonjok tuh dia. Ngeselin
banget nih cowok.
“hei
fina! Tunggu! Gua belum selesai” kejarnya. Dan ternyata kakinya panjang juga
ya. Dia aja bisa melombaiku. “hei, tunggu dong. Kok lu langsung pigi aja sih?”
“ada
apa lagi sih kak?” tanyaku marah.
“oh,
maaf deh, kalo gua ganggu.” raut wajahnya berubah seketika mendengar ucapanku.
Apa ucapanku keterlaluan ya?
“fina!”
panggil roy yang kemudian menghampiriku.
“roy?
Kok bisa disini?” tanyaku.
“yee,
aku mau ngantar kamu pulang fin. Eh kak egi. Kok disini kak?”
“uda
ah roy. Pulang yukk” kutarik tangan roy. Kupercepat langkahku tuk menghindari
si egi itu melombaiku kembali.
Kali
ini roy kembali menyelamatkanku. Ya, sejak kecil dia selalu dekat denganku. Terkadang
dia seperti kakakku, kadang juga seperti pacarku.
*****
“hai
fina…” ya, lagi lagi dia. Aku tak menggubrisnya. Ternyata dia tak jera jera
dengan ucapanku kemarin. “fina, nanti mau ku antar pulang?” tanyanya sambil
tersenyum. Senyumnya cukup manis, tak seperti biasa. Tak ada aura belagu hari
ini. Apa dia mau mengerjaiku?
“gak perlu kak. Lagian kalo pun mau
pulang biasanya sama roy kok. Dan kenapa sejak kemarin kakak sok baek gitu?”
“emm, gua Cuma mau minta maaf.” ”ya,
atas kesalahan gua kemarin. Gua akui pasal pasal kemarin itu berlebihan. So,
gua minta maaf ya ma lu” aura belagunya muncul kembali, haaaaahh -__-
“oke. Fina maafin kok. Tapi maaf ya
kak, fina biasanya pulang sama roy”
“fina, kamu pacaran ya sama roy?”
selidiknya dengan wajah sedikit kecut.
“ha?? Gak ah, siapa yang bilang?”
gila! gak mungkin roy yang se-perfect itu mau jadi pacarku, ha ha ha. Tapi kok dia nanyaknya gitu? Dia pergi saja meninggalkanku.
Hah, dasar gila.
“fin,
entar kamu pulang sendiri ya. Soalnya ada latian basket. Maaf bangettt, ntar ku
telpon deh. Yaya ?” pintanya dengan tak enak hati. Deg deg deg, ya lagi dan
lagi tiap bersamanya selalu jantungku seperti ini. ”fin, finaaaaa,
helloooowwww” teriakannya menyadarkan lamunanku.
“ha? Apaan?” tanyaku polos.
“fina, hari ini aku latian…”
“basket kan? Oke, aku uda denger kok
tadi” potongku dengan bangga. Setidaknya aku melamun karna dirimu roy.
“oke, dadaaahh, luan ya..” lambainya
sambil diiringi larian kecil.
“mau aku antar?” Tanya seseorang
disampingku, ternyata kak egi. Yah dia lagi dia lagi. Bosen banget ketemu dia
mulu.
“hem, gimana ya?” jawabku seolah
berfikir.
“ayolah fin..” mohonnya.
“oke deh kak.” Yah, kali ini aku
diantar pulang sama senior yang aneh ini. Tapi ternyata dia keren juga sih,
kendaraanya aja mobil. Sedangkan aku? Pejalan kaki, haha
“emmm, makasi ya kak, atas
tumpangannya” ucapku sambil tersenyum.
“gitu dong, kan kalo senyum fina jadi
manis. Kalo marah jadi, ihhhhh jelekk ah.. hahaha” guraunya sambil mencubitku.
Ih, apaan sih nih orang, macam kenal kali aja.
“………………..”
“hehe, maaf deh fin. Kan becanda.”
“tirrrttt trrrttt” “hhalo, roy? Ahh ia, aku baru aja nyampe…. Ia.. Oke. Aku makan kok entar. Oke….Kamu latian
sana…. daaaa”
“siapa?
Roy?” selidiknya dan ya, itu memang roy. Dia kan udah dengar tadi.
“ehm, iyaa”
“aku balik ya.” Ucapnya dengan nada
berbeda. Sepertinya dia marah, atau lebih tepatnya kecewa. Ya, apa urusannya samaku
coba? Ga penting deh…
******
Teng,
tengg, tengg, bunyi bel sekolah tanda jam istirahat. Setiap jam ini, roy slalu
ke bangkuku untuk bercerita, ya ceritanya bermacam-macam. Tapi dari segala
macam cerita, aku paling suka kalo bahas drama. Tepatnya drama korea.
Jam
istirahat kali ini berbeda, si egi itu lagi-lagi nongol dan bagiku ini sangat
mengganggu. Yah, mungkin aku yang berlebihan. Tapi kurasa aku tak begitu membencinya
lagi. Ya, dia tak sebelagu dan super nyebelin kayak pertama ketemu.
Hari
ini aku pulang sendiri, roy ada urusan, dan si egi tak ada kabar. Ada apa yah?
Ah, entahlah. Yap sudah sampai, tuughh. ”awww, ssshhhh” aku mendesis, ternyata
kepalaku membentur pintu. Dan untuk yang kedua aku menabrak rak buku, ada apa
sebenarnya ini?
Kejadian
ini mulai sering terjadi, begitu juga disekolah, aku sering terjatuh karena penglihatanku mulai kabur. Akhirnya
kuputuskan untuk ke dokter spesialis mata. Dan saat ini, ya aku sudah memakai
kacamata.
”eh fin, kamu gapapa? Kok pake
kacamata?” Tanya kak egi yang tiba tiba nongol dengan nada khawatir.
“mataku agak kabur nih. Tapi gapapa
kok, tenang aja kak” hiburku. Aku tak mau mencemaskan orang lain.
Suatu
hari aku diantar pulang oleh kak egi. Ya, roy terlalu jarang bersamaku. Kini
roy sudah mulai sibuk dengan tim basketnya. Ataukah dia punya pacar? Mungkin
juga bukan keduanya.
“lo
kak? Kita mau kemana? Ini kan bukan arah ke rumah fina..” tanyaku dengan heran.
“iya,
aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Tempat favoritku semasa kecil.” Jawabnya
sambil menoleh kearahku. Dan ternyata dia mengajakku ke tempat yang indahhh
banget. Angin yang lembut, desiran ombak, dan pasir putihnya. Ya, Pantai. Disana
kami bermain air, berlari-lari, dan yang paling istimewanya kami bisa
menyaksikan sunset disini. Romantis banget kan? Mungkin sepertinya aku mulai
menyukainya. What? Kak egi? No no no.
Kami
bersiap siap pulang. Entah mengapa seluruh tubuhku tiba-tiba lemas, bahkan
mataku kembali kabur. Aku mendengar teriakan kak egi memanggilku. Tapi aku tak
bisa apa-apa.
Kubuka
mataku perlahan, terlihat sesosok pria disamping orang-orang yang berpakaian
putih-putih. Ternyata dia ayahku. Juga roy. Dasar, aku kan tak apa-apa, kenapa
sampai dibawa kesini sih? Terlihat lagi seorang laki-laki yang baru muncul, ya
itu kak egi. Dia tersenyum kepadaku.
*****
Berbulan-bulan aku rutin memakan
obat dari dokter. Tapi tetap saja, bukannya
membaik, tapi bertambah buruk. Mata ini sulit melihat walaupun sudah
memakai kacamata. Mataku kembali diperiksa. Akhirnya hasil tesnya keluar. Aku
mendengar pembicaraan mereka, yang ternyata aku terkena kanker mata. Kanker
yang sama yang merenggut nyawa ibuku. Aku shock. Kudengar isakan ayah
setelahnya, mungkin ayah merasakan hal yang sama yang kurasakan. Aku tak
percaya mendengar ini lalu menangis sejadi-jadinya.
Tak
kusangka, ternyata kanker ini sangat ganas, dalam sekejap aku buta. Mungkin
sebentar lagi aku akan mati. Itulah yang selalu muncul dalam benakku. Masa SMU
ku hancur. Aku tak bisa mengikuti pelajaran seperti teman-temanku yang lain,
sebaliknya malah terus-terusan di RS ini.
“fina?
Kamu ngapai?” Tanya seseorang yang tiba-tiba duduk disampingku. Hem, aku masih
ingat suara ini, roy, ya dia.
“udaranya
sejuk ya” jawabku
“tapi
ntar kamu masuk angin lo” ucapnya dengan khawatir.
“roy,
taman ini indah ga? Fina merasa taman ini indah banget” tanyaku mengalihkan
pembicaraan. Tentu saja aku ingin lebih lama disini, disini.. sangat-sangat..
hmm, ya menyenangkan.
“fina
bener kok, sangat indah malah” pujinya.
“seandainya
fina bisa ngeliat..” air mataku
berjatuhan. Tentu aku tak mau ini terjadi padaku. Tapi apalah daya, jika ini
kehendak tuhan.
“fina,
jangan sedih dong, entar lagi kamu bisa liat lagi kok” hiburnya sambil
menghapus air mataku. “emm, fina..”
“ya
roy?”
“ahh,
tidak”
Ayah
memilih untuk merawatku dirumah, setidaknya sampai aku mendapatkan pendonor kornea untukku. Setiap malam aku
hanya bisa menangis dan menangis. Aku rindu wajah-wajah mereka, orang orang
yang kusayang. “ibuu, inikah yang engkau rasakan selama ini??” isakku. Aku
putus asa, aku tak yakin ada pendonor yang mau memberikan korneanya.
*****
Hari,
minggu, bulan, kulewati. Akhirnya ada seorang pemuda yang rela memberikan kedua
korneanya untukku. Dia tewas dalam kecelakaan. Terima kasih banyak, walau aku
tak tau dia siapa.
Operasi
berjalan lancar. Aku bisa melihat kembali. Terlihat ayah, kak egi, dan
teman-teman berada disekelilingku. Tapi mana roy? Kemana dia?
Seminggu
sudah aku bisa melihat kembali. Baru hari inilah aku diperbolehkan ayah keluar
rumah. Kuputuskan mencari roy, karna tak
satupun dari mereka yang mau memberitahuku keberadaan roy. Seolah mereka
menyembunyikan sesuatu dariku. Roy, dimana ?
Tok
tok tok. Ku ketuk pintu rumah roy. Tak
berapa lama, seseorang membukakan pintu. Ternyata ibu roy.
“buat
apa kau kesini??, pergiii!!! ” usirnya ketika melihat wajahku. Kenapa? Ada apa?
“tante?”
tanyaku panik. Terlihat matanya yang sembab, seperti sehabis menangis.
“pergi!!
kau. Karna kau, anakku meninggal. Anakku.. anakku..” isaknya
“tante,
roy kenapa?” tanyaku shock. Aku tak mengerti semua ini.
“kembalikan
mata roy, kembalikan…” digoncangnya tubuhku. Apa? Jadi.. I-ini mata roy? Royy…Royyy,
mengapa kau lakukan ini? Royy… tangisku mulai pecah. Roy.. jadi selama ini kau
disini? Dimata ini?
*****
Untuk
kedua kalinya, aku dan kak egi kembali mengunjungi pantai favorit kak egi, ya
yang sekarang favoritku juga. Sepertinya cuaca hari ini sedang tak bagus. Dan
betul, hujan turun sangat deras. Aku tidak mau meninggalkan momen ini. Kami pun
bermain hujan, walau aku baru saja sembuh. Aku kembali teringat pada roy. Roy,
dia bunuh diri untuk memberikan korneanya untukku. royy… Terimakasih..
Kumasuki rumahku, kubuka pintu kamarku. Pusing.
Pusing. Ya, kepalaku terasa berat, sangat. Kulangkahkan kaki menuju lemari
obat, Mana? Mana obatnya? Aku masih mencarinya. Kepalaku tak tertahankan lagi,
kakiku juga lemas, mataku kabur. Kenapa ini?
Aku
terbangun, aku berada dikamar. Sepertinya
ada yang mengangkatku. Aku kan berat. Eh, ternyata ayah. Tapi kenapa kepalaku sangat
pusing tadi? Apa mungkin karena kelelahan?
*****
Hari
ini aku ujian. Ujian kenaikan kelas. Walau banyak yang tertinggal, tapi aku tetap
mengejarnya. Aku meminjam catatan beberapa temanku, ya agar aku tak tertinggal
jauh dari mereka. No 17, emm, tinggal 8 soal lagi. Tanganku mulai keringatan,
begitu juga tubuhku. Kepalaku juga pusing, sama seperti waktu itu. Kupaksakan
tubuhku, aku harus selesai. Aku mohon, sedikit lagi saja. Tapi tetap saja
tubuhku tak mau menurutiku. Kepalaku tak tertahankan lagi. Sakit. Sangat sakitt.
Aku tak kuat lagii.
Kubuka
mataku. Ah, ternyata aku masih hidup. Dimana ini? Rumah sakit lagi? Astaga,
kenapa aku dibawa kesini, aku kan tidak apa-apa. Creek, terdengar suara
terbukanya pintu. Itu ayah. Tapi ada yang berbeda darinya, wajahnya terlihat
pucat.
“ada
apa yah? Ayah kenapa?” tanyaku cemas.
Ayah
menangis. Kenapa? Apa lagi ini? “fina.. kamu terkena kanker otak..” ucapnya
sambil menangis.
“apa
yah? Ayah bercanda kan? Ini kan bukan april mop?” gurauku. Memastikan ini hanya
candaan semata.
“kanker
itu sangat ganas, dan sudah menyerang otakmu fin..” tangis ayah membuatku tak
tahan. Air mataku mengalir. Aku tak percaya ini, aku terkena kanker o-otak?
Dokter
sudah memvonisku, waktuku hanya tinggal beberapa hari lagi. Ya, kanker itu
telah bersarang di otakku. Cuci darah terus menerus gak membuatku tambah sehat,
malah membuatku bosan hidup. Mungkin inilah akhir hidupku, berakhir
mengenaskan.
Tok
tok, ketuk seseorang, kemudian masuk. Kak egi.
“fina,
liat aku bawa apa, boneka beruang kesukaan kamuu..” ucapnya dengan riang.
“makasiiii
kak.” Ucapku sambil memeluk boneka pemberiannya. ”emm, kak, mau gak jadi pacar
sehari fina?” Pintaku.
“selamanya
juga gapapa kok fin.” Guraunya.
“kalo
gitu kita ke pantai yok kak?..” ajakku.
“kamu kan masih sakit, ntar kalo uda sembuh,
aku kabulin deh..” jawabnya dengan nada kecewa.
“plisss,
ini yang terakhir. Janji.”
“betul
ya.”
Kami
pun keluar diam-diam dari rumah sakit ini. Sesampainya disana, aku digendong
kak egi berjalan-jalan diantara desiran ombak. Setelah itu, kami duduk di tepi
pantai. Aku menyandarkan kepalaku kebahunya.
“kak,
….makasi ya”
“buat
apa fin?”
“karena
udah jadi pacar sehari aku”
“huhh,
dasarr” sambil mengusapkan tangannya ke kepalaku.
Terakhir, kami menyaksikan sunset.
Ya, untuk yang terakhir kali, kurasa. Ssshh.. Kepalaku sakit luar biasa, bahkan
lebih sakitt dari sebelum-sebelumnya. Mataku terasa berat, tubuhku kaku, tak
bisa digerakkan. Terdengar teriakan kak egi memanggil namaku. Suaranya sedikit
berbeda. Dia menangis. Air mataku mulai berjatuhan mendengar tangisannya.
Selamat
tinggal kak..
aku
mencintaimu…
************************
The end